Berawal dari pemikiran bermanfaat itu tidak harus dengan materi. Mesti banyak orang kaya menilai manfaat harus dengan uang. Uang bukanlah segalanya meski semua memang membutuhkan uang. Belajar tidak harus mahal, ternyata dari bertanam sayur organik saja banyak pelajaran yang bisa dipetik selain memetik sayuran tentunya.
Kita sering berbicara kotor tapi jarang menggunakan kotoran dengan baik dan benar. Kita sebenarnya bisa kok menggunakan semua kotoran tanpa perlu underestimate terlebih dulu. Dari barang yang sering dianggap tidak punya nilai guna dapat disulap menjadi pupuk yang menyehatkan. Baik bagi tanaman maupun bagi 'pemangsa' tanaman tersebut. Pastinya, Tuhan telah mencipta segala tiada sia-sia.
Dari air cucian beras saja atau dalam bahasa Jawa lebih dikenal dengan sebutan Leri, masih sangat berguna. Leri sangat baik untuk menyiram tanaman alih-alih memakai pupuk kimia berbahaya. Dari limbah setelah kita memasak, sisa bekas sayur juga dapat dimanfaatkan. Kita bisa menggunakan sisa tersebut sebagai campuran makanan bergizi bagi ternak. Begitu juga dengan telek, feses ayam dan telete, feses kambing pun bisa menjadi pupuk organik yang sehat untuk tanah. Dengan begitu bumi akan sehat dan alami karena semakin terjaga dari bahan-bahan kimia.
Mungkin tidak seberapa hasil dan laba berjualan sayur, karena kehidupan telah membiasakan kita dengan segala sesuatu serba mewah. Tapi tidak terpikirkan bahwa kekayaan alam kita terus berkurang dan bagaimana nasib anak cucu yang akan datang. Cara menjadi kaya kita tidak terpaksa kaya dari kebiasaan belajar menyatu dengan alam. Bahwa alam dan tanah juga butuh kasih dan sayang untuk mengolahnya. Tanah pula kelak yang akan menjadi peristirahatan terakhir bagi kita semua. Kalau bukan kita yang menjaganya, siapa lagi?
Di sisi lain, harga pupuk di Indonesia semakin hari semakin menanjak. Kita yang sudah mempunyai kebiasaan terlanjur menggunakan serasa tidak afdal jika tak ada pupuk. Padahal dengan penuh nilai kesederhanaan alam masih bisa menghasilkan. Memang tidak melimpah tapi itu jauh menyehatkan dibandingkan memakai pupuk yang harganya terus naik. Karena apa? Pupuk kimia kita mayoritas dihasilkan import dari luar negeri. Bahan baku jelas harus impor dan membuat harga pastilah mahal.
Kalau memang tujuan kita bukan untuk kaya, tentu kebutuhan pupuk bukan utama. Tapi nafsu menggebu itu yang menyebabkan keinginan sesaat dengan mengorbankan kebutuhan anak cucu yang akan datang. Merusak alam tanpa merasa bahwa itu akan berakibat malapetaka bukan langsung bagi kita tapi bagi seluruh keberlangsungan kehidupan di alam jagat raya.
Kita menjadi orang Indonesia dan makanan pokok sehari-hari adalah nasi yang dihasilkan dari beras. Beras dihasilkan dari tumbuhan padi yang tanpa pupuk kimia sudah mengenyangkan bagi perut kita. Tapi keserakahan telah mengorbankan segalanya. Kita pun juga jadi tumbalnya. Mengejarnya membabi buta tanpa rasa lega sampai kapan saja.
Kita telah lama merdeka tapi sebenarnya belum. Karena kita terpenjara oleh keinginan dan rasa gairah kaya. Hal ini menyebabkan kebutuhan sehari-hari kita masih sangat banyak ketergantungan, untuk pangan saja kita belum mampu mandiri. Indonesia kaya tapi jiwanya merana. Ternyata, alam raya yang katanya bagai surga tak mampu membuat jiwa kita punya rasa kaya raya.
Maka kita mengajak! Mari kita bersama-sama mulai dari bertanam sayur, kemudian padi dengan cara kaya. Cara yang tidak bahaya bagi keberlangsungan umat manusia dan seluruh makhluk alam jagat raya. Tidak terus saja mengandalkan pupuk kimia yang sangat berbahaya. Kaya sejati adalah saat kita mampu mandiri berdikari.
Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI
2 Komentar
Benar-benar tulisan yang penuh dengan optimisme. Menyenangkan sekali membacanya, Mas.
BalasHapusTerimakasih atas kunjungan komennya, Mas Agus!
Hapus